Respon Atas Perintah Tuhan (Pesan Gembala, 19 Oktober 2019)

Yeremia 20:7-9 (9) Tetapi apabila aku berpikir: “Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya”, maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup. 

Dalam peliknya kesulitan pelayanan dan perjalanannya dalam mengikuti kehendak Tuhan, Yeremia tidak menutup-nutupi kelelahan, erangan, rintihan, dan pergolakan jiwanya di hadapan Allah. Karena begitu banyaknya kesedihan serta ratap tangis yang keluar dari diri Yeremia. Maka tidaklah heran apabila ia dikenal dengan sebutan “the weeping prophet” (nabi yang penuh ratap tangis). 

Pada awalnya, Yeremia, anak Hilkia seorang imam Yahudi dari Anatot, menolak panggilan Tuhan karena ia merasa dirinya tidak pandai bicara dan masih terlalu muda. Sebagai tanggapan akan keberatan Yeremia, Tuhan menjanjikan penyertaan-Nya, juga konfirmasi untuk menaruh firman dalam mulut Yeremia. Tuhan mengangkat Yeremia atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan, untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam. 

Inilah konteks panggilan Yeremia yang begitu jelas dan serius. Namun, tidak berhenti di sana, Tuhan juga menyatakan bahwa pelayanan Yeremia akan penuh dengan tantangan dan kesulitan. Ia harus “berperang” dengan Israel, bangsanya sendiri, yang sudah begitu jauh meninggalkan Tuhan dan menyembah Baal. 

Kesulitan Yeremia semakin menjadi-jadi ketika ia harus memroklamasikan kebejatan dan kehancuran Yerusalem. Kalimat-kalimat yang tajam berhamburan keluar dari mulutnya, antara lain: “Bangsa dari utara akan datang dan menghancurkan Yerusalem!”, atau “Israel sudah meninggalkan Allah dan menyembah dewa-dewa lain, bahkan membunuh anak-anak mereka untuk dikorbankan kepada ilah-ilah mereka!”, atau “Bangsa yang sombong, munafik, cabul dan serakah sudah mendarah daging bagi keseharian umat Israel!” Jelas ini merupakan pergumulan yang tidak mudah bagi Yeremia yang juga adalah seorang Israel, namun harus mengecam bangsanya sendiri. Belum lagi reaksi yang balik dilontarkan bangsanya atas seruan Yeremia tersebut. 

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Tuhan mau kita belajar dari sosok bernama Yeremia dari sisi ketaatannya di dalam meresponi setiap perintah Tuhan. Dengan taat ia melaksanakan setiap detail perintah yang Tuhan suruhkan kepadanya sekali pun sangat tidak mudah bagi dirinya. Pesan ini sedang mengajarkan kita orang percaya tentang makna sebuah ketaatan kepada Tuhan. Banyak orang percaya yang hanya merasa sudah taat kepada Tuhan dengan berbagai pertimbangan. Secara pencapaian, Yeremia mungkin tidak memeroleh prestasi apa-apa di mata pandangan manusia pada umumnya. Namun, di mata Tuhan, Yeremia adalah seorang hamba yang taat dan setia. 

Beberapa prinsip  yang harus kita perhatikan berkaitan dengan pesan Tuhan ini, di antaranya adalah: 

(1). Menaruh perintah Tuhan atau kebenaran firman di atas semuanya. 

Yer. 20:7 Engkau telah membujuk aku, ya TUHAN, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk; Engkau terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan aku. 

Yeremia menyadari bahwa kedagingannya seperti ingin memberontak terhadap setiap perintah yang Tuhan suruhkan kepadanya. Ingin sekali rasanya ia tidak melakukan apa yang Tuhan perintahkan mengingat resiko yang harus ia tanggung sebagai akibat dari ketaatannya. Namun bagi Yeremia, Tuhan terlalu kuat baginya. Ia tidak mau menimbang-nimbang mana yang lebih menguntungkan dirinya, melakukan firman atau tidak melakukannya. Tuhan terlalu besar baginya. 

Problema atau pergumulan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari di dalam kehidupan setiap umat manusia. Hal-hal itu bisa datang kapan saja ke dalam kehidupan. Namun yang menjadi pertanyaannya, bagaimana kita meresponi setiap peristiwa yang Tuhan ijinkan terjadi tersebut, apakah kita akan menyerah terhadap permasalahan hidup itu dan mencoba menyelesaikannya dengan cara kita sendiri atau tetap teguh berpegang kepada prinsip kebenaran firman Tuhan? Ketaatan kepada Tuhan jelas merupakan sebuah pilihan yang tidak mudah. Pilihannya ada pada sejauh mana kita menundukkan diri kita kepada Tuhan dan kebenaran-Nya. 

(2). Menaruh kepercayaan kepada Tuhan, sekalipun seolah-olah tidak ada titik terang. 

Yer. 20:11 Tetapi TUHAN menyertai aku seperti pahlawan yang gagah, sebab itu orang-orang yang mengejar aku akan tersandung jatuh … 

Satu hal yang menjadi pegangan bagi Yeremia adalah bahwa Tuhan senantiasa ada bagi dia, sekalipun seolah-olah Tuhan sepertinya tidak hadir di dalam keadaan terjepit yang ia hadapi. Yeremia percaya Tuhan mengawasi dirinya, meskipun di dalam banyak keadaan Tuhan seolah-olah telah meninggalkannya. Namun ketika ia memilih untuk tetap taat, di situlah ia melihat bahwa Tuhan selalu hadir dengan segala rancangannya yang indah. 

Tuhan mau, kalau memang itu jalan Tuhan, tetaplah kita berjalan maju sekalipun jalan di depan sepertinya tidak begitu jelas. Kita akan kehilangan kehendak Tuhan di dalam hidup kita jika kita menolak untuk mengambil langkah ketaatan hanya karena kita tidak mengetahui jalan selanjutnya di depan. Tidak seorang pun dapat melihat apa yang akan Tuhan lakukan selanjutnya di depan apabila tidak berani mengambil langkah ketaatan hari ini. Percayalah bahwa Tuhan memegang hari esok kita. 

Mari jemaat Tuhan, ratap tangis yang keluar dari dalam diri Yeremia memang terdengar seperti sesuatu yang menyedihkan. Namun bagi Yeremia itu bukanlah ratap tangis kesusahan karena kesulitan melakukan kehendak Tuhan, namun itu sesungguhnya adalah ratap tangis seorang yang memilih untuk taat kepada Tuhan, sekalipun tidak mudah, karena tunduknya ia kepada Tuhan yang memegang hidupnya dan masa depannya. Bagaimana dengan kita? 

Tuhan Yesus memberkati! 

 
 

 

 

 

 
 

Respon Atas Perintah Tuhan (Pesan Gembala, 19 Oktober 2019)

| Warta Jemaat |
About The Author
-