Ulangan 6:4-8 (4) Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!

(7) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 

(8) haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

Jika orang Kristen pada umumnya memiliki yang namanya Pengakuan Iman (Rasuli) sebagai pengakuan imannya, entahkah itu diucapkan dalam setiap kesempatan ibadah atau pun tidak, maka orang Israel memiliki Pengakuan Iman yang dikenal sebagai Shema Israel. Shema sendiri adalah bahasa Ibrani yang artinya “dengarlah”. Disebut Shema, karena memang rumusan pengakuan itu diawali dengan seruan “Dengarlah!”

Dalam Ulangan 6:4-9, ayat-ayat ini disebut Shema. Ini adalah doa pertama yang diajarkan pada seorang anak Yahudi. Banyak orang Yahudi yang masih melafalkan Shema setidaknya sekian kali sehari. Ini juga adalah kata-kata terakhir seorang Yahudi sebelum perpisahan. Penekanan khusus diberikan kepada kata-kata “Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa!” Para sarjana Yahudi menyatakan bahwa Shema adalah suatu kesaksian tentang kedaulatan Allah. Ini adalah janji kesetiaan kepada Allah satu-satunya dan sebagai suatu pernyataan iman, meskipun orang-orang Yahudi memahami bagian firman ini secara harafiah. Mereka mempraktekkannya dengan mengikatkan firman Tuhan pada lengan dan dahi mereka.

Jadi, makna Shema bagi kita sebagai umat Tuhan di Perjanjian Baru ini kita harus mendengarkan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mentaatinya. Bukan hanya sekedar mendengar, melainkan mendengarkan dengan sepenuh hati, pikiran, dan ketaatan. Mendengarkan Tuhan melibatkan pikiran. Pikiran yang mengenal Tuhan dan mengakui keberadaan-Nya bahwa “Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!” (Ul. 6:4b). Tuhan yang dimaksud itu adalah Yesus Kristus, Allah kita yang esa, bukan yang lain. Dialah satu-satunya Allah kita, maka kita harus mengakui-Nya, mengenal-Nya, dan memahami kehendak-Nya.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini, bahwa Tuhan menghendaki setiap kita orang percaya untuk sungguh-sungguh mendengarkan dan memahami setiap firman Tuhan dan “mengenakannya”, seperti orang mengenakan jaket ketika hari dingin dan mengancinginya rapat-rapat. Ini merupakan ungkapan kasih kita kepada Tuhan yang telah lebih dahulu mengasihi kita. Salah satu bentuk nyata untuk mewujudkan kasih kepada Tuhan kita ialah dengan mempedulikan kesejahteraan rohani anggota keluarga kita termasuk di dalamnya anak-anak kita dan berusaha menuntun mereka kepada hubungan yang setia dengan Tuhan.

Apa yang harus kita dengar dan perhatikan berkaitan dengan pesan Tuhan ini?

(1). Mengasihi Tuhan yang telah lebih dahulu memberikan teladan bagi kita

Ul. 6:5  Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. 

Bersyukur kepada Tuhan kalau kita memiliki Tuhan yang tidak semena-mena memberikan perintah-Nya kepada kita. Ketika Bapa Sorgawi hendak mengajarkan umat manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa tentang makna sebuah kasih Ilahi yang tidak terbatas dan tidak bersyarat, maka Ia tidak begitu saja memberikan sebuah kitab yang berisi tentang sejumlah pelajaran tentang kasih. Apa yang Bapa lakukan? Ia memilih untuk melepaskan keilahian-Nya kemudian turun ke dunia menjadi manusia dan mengambil rupa seorang hamba serta rela didera dan dianiaya untuk pada akhirnya mati di kayu salib. Ia memberikan nyawa-Nya demi untuk menebus kita semua. Yesus membuktikannya secara langsung lewat tindakan, yaitu karya penebusan-Nya.

Karena itu, ketika harus berbicara soal kasih, maka pemercaya Kristuslah yang seharusnya paling mengerti tentang hal tersebut, karena Tuhannya telah meneladankannya terlebih dahulu. Seorang bapa yang baik, tentunya tidak begitu saja memberikan perintah kepada anak-anaknya tanpa ia melakukannya terlebih dahulu. Demikian pula Bapa di sorga, ketika Ia memberikan perintah untuk kita mengasihi-Nya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu, maka Ia terlebih dahulu melakukannya dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap kekuatan-Nya, yaitu mati di atas kayu salib.

(2). Mengasihi Tuhan dengan cara memberikan keteladanan kepada anak-anak kita

Ul. 6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

Sebagian orang menerjemahkan arti dari kata “mengajarkan” adalah hanya sebuah tindakan memindahkan pengetahuan yang kita miliki kepada anak-anak kita atau sebatas transfer of knowledge, sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh banyak guru-guru di sekolah. Namun ternyata makna “mengajarkan” yang dimaksud oleh ayat di atas bukanlah sebatas transfer pengetahuan semata-mata, melainkan juga mengajarkan makna sebuah relasi. Relasi siapa dengan siapa? Relasi antara pendidik dan yang dididik. Ini berbicara juga masalah keteladanan yang dapat diberikan oleh pendidik kepada yang dididik.

Apabila kita membaca ayat 7-9, maka kita mendapati bahwa transfer of knowledge disini juga melibatkan keseluruhan hidup si pendidik. Ini dapat kita baca dari kalimat, “…membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu, dan pada gerbangmu.” Jadi firman Tuhan itu harus dibicarakan saat di dalam rumah; di luar rumah; ketika hendak tidur; maupun ketika bangun tidur. Jadi dalam seluruh aktivitas kita ketika terjaga, firman Tuhan harus senantiasa diajarkan. Dan cara mengajar yang efektif adalah sambil memberikan contoh nyata dari apa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita.

Mari umat Tuhan, mungkin pesan ini sudah sering sering kita dengar. Mungkin ini merupakan sebuah pengulangan yang sudah ke sekian kalinya. Mungkin sempat terlintas di pikiran kita, apakah Tuhan tidak bosan mengatakan hal yang sama kepada kita terus menerus. Namun, sadarilah, ternyata apa yang sedang Tuhan lakukan ini adalah sebuah tindakan nyata seorang Bapa yang sangat mengasihi anak-anak-Nya, yaitu dengan cara mengajarkannya berulang-ulang kepada kita. Tuhan mau kita mendengarnya (shema) serta memahami dan melakukannya sebagai bukti kasih kita kepada-Nya. 

Tuhan Yesus memberkati!

24 April 2017 – Dengarlah! (Shema)

| Warta Jemaat | 0 Comments
About The Author
-

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.